Selasa, 14 Juni 2011

ISLAM DAN DEMOKRASI


ISLAM DAN DEMOKRASI
Ahmad H Silaban
PENDAHULUAN
Perkembangan zaman dan peradaban sosial tak luput mempengaruhi tatanan sistem sosial dan sistem pemerintahan disemua belahan dunia. Peradaban sosial berkembang sesuai perjalanan waktu mulai dari zaman kegelapan (jahiliyah), zaman pencerahan (renaisance), sampai pada era modern bahkan post modern. Perkembangan zaman tersebut ternyata juga mempengaruhi pola pikir masyarakat didunia. Berkembangnya pola pikir tersebut juga akhirnya berpengaruh kuat terhadap ide mengenai tatanan sebuah  negara. Kita lihat kebelakang misalnya, tatanan sistem sebuah negara berkembang mulai dari Kerajaan absolute, kerajaan konstitusional, sistem keagamaan (teokrasi), kejayaan islam, dan sampai pada yang terakhir yaitu demokrasi.
Banyak sekali sistem tatanan negara yang pernah ada, namun tidak semuanya pernah mengalami kejayaan. Hanya ada beberapa yang sempat memiliki peradaban yang begitu kuat dan tercatat sebagai sejarah seperti sistem kerajaan, sistem teokrasi di eropa dan sebagian barat, sistem khilafah di bagian timur tengah, dan saat ini demokrasi yang kian hari kian banyak dibicarakan di hampir seluruh dunia.
Hampir semua sistem tersebut  akhirnya jatuh karena kelemahan yang terdapat didalamnya dan pengaruh zaman yang semakin berkembang. Sistem kerajaan akhirnya sudah tidak diterima akrena masyarakat sudah semakin pintar, sehingga tidak mau lagi diperbudak dan dipaksa dalam segala hal. Sistem khilafah islam yang sempat mengalami kejayaan yang cukup lama juga akhirnya runtuh akibat penyimpangan yang dilakukan oleh elite atau oknum yang menyalahgunakan sistem. Hanya tinggal demokrasi yang massih bertahan, mungkin karena usianya yang masih sangat muda dan karena masih begitu hangatnya diperbincangkan.
Menurut beberapa pemikir politik bahwa sistem khilafah merupakan cikal bakal pemikiran sistem demokrasi modern. Sebab apa yang menjadi ciri sebuah sistem demokrasi ternyata sudah diterapkan ketika zaman Nabi Muhammad. Oleh karena itulah salah seorang pemikir politik dari barat, Robert N. Bella pernah mengatakan bahwa Nabi Muhammad terlalu dini mencontohkan sistem demokrasi. Beliau beranggapan bahwa masyrakat ketika itu belum siap untuk hidup dalam sebuah sistem demokrasi.
Banyak keterkaitan maupun persamaan antara sistem khilafah dan demokrasi, tetapi banyak juga perbedaan didalamnya. Bahkan banyak juga para pemikir mengatakan bahwa dalam konteks islam demokrasi merupakan sesuatu yang haram. Akan tetapi banyak juga para pemikir politik yang ingin mencari titik temu antara sistem khilafah dan sistem demokrasi. Demokrasi memang sudah lahir sejak masa yunani kuno, sekitar abad ke-5 Sebelum Masehi. Namun perkembangannya baru muncul sekitar abad ke-19. Sedangkan konsep politik islam sudah lahir sejak abad ke-6 ketika Nabi Muhammad memerintah di Madinah. Demokrasi baru mulai berkembang ketika kejayaan islam mulai jatuh sekitar abad ke-19. Oleh sebab itu keduanya merupakan bagian dari sejarah yang cukup erat kaitannya dan menarik untuk diperbincangkan.
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana sebenarnya hubungan antara konsep politik islam dengan konsep demokrasi. Apakah konsep politik islam yang sudah cukup mengakar, khususnya di dunia timur tengah dapat mempercepat pertumbuhan demokrasi atau malah menghambat pertumbuhan demokrasi itu. Itulah yang akan diuraikan pada makalah berikut ini. Tentunya penulis akan melihat beberapa aspek terkait yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk melihat permasalahan tersebut. Penulis akan lebih melihat dari segi tokoh atau pemikir politik, khususnya dari tokoh islam. Bagaimana sebenarnya mereka memandang hubungan antara sistem khilafah islam dengan sistem demokrasi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam pembahasan makalah berikut ini.
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang artinya pemerintahan. Demokrasi lahir sebagai pengganti Ajaran Kedaulatan Tuhan (Teokrasi) yang diselewengkan di Eropa pada Abad XIX. Selain itu juga karena kemenangan negara sekutu dari negara fasis pada perang dunia ke dua (1945), dan disusul kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan paham Komunisme di akhir Abad XX , maka paham Demokrasi yang dianut oleh Negara-negara Eropah Barat dan Amerika Utara menjadi paham yang mendominasi tata kehidupan umat manusia di dunia dewasa ini.
Demokrasi dapat dimasukkan ke dalam konteks negara maupun yang bukan dalam konteks negara. Selanjutnya, demokrasi dicerna sebagai ide atau semangat yang membawa nilai-nilai pandangan hidup, way of life. Dan bukan hanya sebagai semangat, tetapi sebagai proses pelembagaan tatanan kekuasaan yang rasional. Dan efektif yang dikontrol oleh masyarakat.
Ditinjau dari segi filosofis. Bahwa demokrasi merupakan suatu ide tentang tatanan politik. Demokrasi merupakan konsep atau perangkat kekuasaan (struktur) yang dimaksudkan sebagai penghayatan, tatanan, dan pengelolaan bernegara yang dikehendaki dan disetujui oleh rakyat melalui suara mayoritas. Dengan ciri khas cita-cita kekuasaan terpusat pada rakyat atau sekarang telah ditransformasi terpusat pada dewan perwakilan rakyat. Dengan prinsip kebebasan, prinsip kesamaan beserta derivatifnya, dan prinsip kehendak rakyat mayoritas.
Secara konklusif dapatlah kita nyatakan bahwa demokrasi adalah operasionalisasi dan institusionalisasi dari prinsip kebebasan, kesamaan beserta derivatifnya, dan persetujuan rasional dari rakyat yang diukur melalui prinsip mayoritas ke dalam semangat dan mekanisme pengelolaan negara yang dapat dikontrol oleh rakyat secara efektif.
Carter dan Hertz mengkonseptualisasi tujuh ciri demokrasi, yaitu: pembatasan terhadap tindakan pemerintah dengan menjamin terjadinya pergantian pemimpin secara berkala, tertib, damai, melalui alat-alat perweakilan rakyat yang efektif; menghargai sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat yang berlawanan; menjamin persamaan di depan hukum yang diwujudkan dengan sikap tunduk kepada Rule of law tanpa membedakan kedudukan politik; kebebasan berpartisipasi dan beroposisi bagi partai politik, organisasi kemasyarakatan, masyarakat dan perorangan termasuk bagi pers dan media massa; penghormatan terhadap hak rakyat untuk memberikan pendapatnya betapapun tampak salah dan tidak poluler; penghargaan terhadap hak-hak minoritas dan perorangan; dan penggunaan cara persuasif dan diskursif ketimbang koersif dan represif (Gwendolen M. Carter dan John H. Herz, ”Peranan Pemerintah dalam Masyarakat Masa Kini”, dalam Miriam Budiarjo (ed.) hal. 86-87).
Sedangkan Robert A. Dahl mengajukan lima kriteria demokrasi, yakni: persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat; partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif; pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan; kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan ekslusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda yang harus dan tidak harus diputuskan melalui pemerintahan; dan terliputnya masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.


B. Sekilas Tentang Konsep Pollitik Islam
Konsep politik islam lahir sekitar abad ke-7 ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan membentuk pemerintahan disana. Konsep politik yang diterapkan oleh Nabi Muhammad adalah sistem khilafah. Dalam sistem khilafah, negara ditata dan diatur berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Mulai dari pengaturan ekonomi, sosial, politik, semuanya diatur dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Pemimpin negara dalam sistem khilafah adalah seorang khalifah, dimana Nabi Muhammad merupakan khalifah pertama dalam dunia islam.  
M. Shiddiq Al-Jawi dalam tulisannya yang berjudul “Menelusuri Definisi Khilafah” menyatakan bahwa terdapat banyak sekali defenisi tentang kata Khilafah baik secara bahasa maupun secara syar’ie. Namun semua itu merujuk pada makna yang sama. Salah satunya adalah menurut Imam Al-Jawayni (w. 478 H / 1085 M). Beliau menyebutkan bahwa Khilafah (atau nama lainnya adalah Imamah) adalah kepemimpinan yang bersifat menyeluruh (riyasah taammah) sebagai kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan khusus dan urusan umum dalam kepentingan-kepentingan agama dan dunia. (Ghiyats al Ummam halaman 15).
Undang-undang dalam sistem khilafah disusun berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Apaun kebutuhan dan kepentingan masyarakat harus disusun sesuai dengan isi serta pesan Al-Qur’an dan Sunnah. Undang-undang tersebut harus dilaksanakan oleh khalifah dengan senantiasa bertolak pada Al-Qur’an dan Sunnah. Pelanggaran yang terjadi juga harus diselesaikan dengan cara hukum Allah, yang dijewantahkan lewat Al-Qur’an dan Sunnah.
Setidaknya ada tiga prinsip konsep politik dalam islam, yaitu sebagai berikut:
1          Islam adalah suatu agama yang paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua segi kehidupan manusia, termasuk kehidupan poitik dengan arti bahwa didalam islam juga terdapat sistem politik. Oleh sebab itulah beliau menekankan bahwa negara islam tidak perlu meniru-niru sistem politik yang diterapkan di dunia barat. Cukup kembali kepada sistem politik islam, dengan acuan menunjuk pada masa Al Khulafa Al-Rasyidin sebagai contoh kenegaraan islam.
2          Kekuasaan tertinggi, yang dalam istilah politik disebut kedaulatan ada pada Allah dan umat manusia hanyalah pelaksana atas kedaulatan Allah tersebut sebagai khalifah Allah di bumi. Oleh karenanya khalifah sebagai pelaksana harus tunduk kepada Al-Qur’an dan sunnah nabi, dan tidak boleh ada gagasan tentang kedaulatan rakyat seperti yang ada di dunia barat. Maka yang berhak untuk menjadi seorang khalifah hanyalah laki-laki atau perempuan muslim.
3          Sistem politik islam adalah suatu sistem universal dan tidak mengenal batas-batas dan ikatan-ikatan geografi, bahasa, dan kebangsaan.
C. Hubungan Islam Dengan Demokrasi
Seperti yang telah dikemukakan dimuka bahwa untuk melihat hubungan antara islam dan demokrasi, maka penulis akan melihat dari segi ketokohan. Dalam islam pemikir politik terbagi kedalam beberapa kategori atau tipologi. Ada tipologi pemikir yang bersifat radikal, dimana mereka menganggap demokrasi sebagai suatu sistem yang haram karena sangat bertentangan dengan islam. Oleh karena itu islam tidak boleh mencontoh apalagi menerapkan sistem demokrasi. Ada juga tipologi pemikir yang bersifat sekuler, yang beranggapan bahwa antara agama dengan negara harus dipisahkan. Jadi sistem politik suatu negara tidak boleh berdasarkan agama. Selain itu ada juga tipologi pemikir yang bersifat moderat, dimana mereka beranggapan bahwa konsep islam dapat dipadukan dengan konsep demokrasi.
Para pemikir islam radikal berpendapat bahwa demokrasi sangat berlawanan dengan islam, sehingga islam sama sekali tidak boleh mencontoh apalagi menerapkan demokrasi. Ada beberapa prinsip-prinsip islam yang berlawanan dengan prinsip-prinsip demokrasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.         Pertama, kekuasaan hanya milik Allah dan bukan milik rakyat.
2.         Kedua, hukum yang sah berlaku hanyalah hukum Allah dan rosul-Nya, walaupun bertentangan dengan mayoritas rakyat.
3.         Ketiga, tidak boleh tunduk kepada suara mayoritas, tetapi hanya tunduk kepada hukum Allah
Dalam sistem demokrasi kedaulatan ada ditangan rakyat, yang dijewantahkan lewat suara mayoritas/suara terbanyak. Kewenangan untuk membuat hukum juga ada ditangan manusia yang diamanahkan oleh undang-undang. Ini juga menjadi faktor utama yang membedakan antara sistem Khilafah islam dengan sistem demokrasi. Sistem demokrasi meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Dalam system demokrasi manusia dianggap berhak dan layak menentukan standar kebenaran sehingga manusia berhak membuat hukum. Sistem Demokrasi meletakkan kedaulatan di tangan rakyat, rakyatlah yang berhak menentukan benar/salah serta membuat hukum untuk mengatur kehidupan dengan prinsip dasar “vox populei vox dei” (suara rakyat adalah suara Tuhan).
Sedangkan sistem Khilafah meletakkan kedaulatan di tangan ALLAH, sang Pencipta manusia. Hanya ALLAH-lah yang berhak menentukan benar/salah, baik/buruk, dan membuat hukum. “Menetapkan hukum itu hanyalah hak ALLAH” (TQS. Yusuf [1] : 40). Khalifah dan siapa pun wajib memutuskan semua permasalahan yang dihadapinya hanya berdasarkan hukum ALLAH. “Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang ALLAH turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS. Al-Maidah [5]: 48).
Aturan yang boleh dibuat oleh seorang Khalifah hanyalah aturan yang menyangkut masalah administrasi atau hal-hal teknis seperti aturan lalu lintas, tata kota, dan lain-lain. Itu pun harus selalu merujuk pada hukum syara’. Selebihnya, Khalifah hanya berhak melegislasi hukum syara’ pada masalah-masalah cabang yang bersifat zhanniyah dan memunculkan hasil ijtihad yang beragam dan pelaksanaannya melibatkan interakasi antar ummat yang apabila dibiarkan dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan di antara ummat. Dalam hal ini, siapa pun yng hasil ijtihadnya berbeda harus meninggalkan hasil ijtihadnya dan mengikuti Khalifah karena hadits Rasul dan kaidah fiqh “Perintah Khalifah menghilangkan perbedaan”.
Jika kita menganalisis hubungan antara islam dengan demokrasi dengan tolak ukur tokoh dengan tipologi tersebut, maka jelas jawabannya adalah bahwa islam akan menghambat pertumbuhan demokrasi. Sebab mereka menganggap bahwa demokrasi merupakan suatu sistem yang haram, oleh karena itu tidak boleh disentuh oleh islam.
Namun seperti yang sudah disebutkan bahwa ada juga tipologi pemikir yang bersifat moderat seperti Muhammad Husein Haikal misalnya. Beliau beranggapan bahwa konsep islam bisa saja dipadukan dengan demokrasi dan juga sistem lainnya. Beliau menjelaskan bahwa semua sistem memiliki kelemahan dan kelebihan atau tidak ada yang sempurna. Oleh sebab itu, tidak ada masalah apabila sesuatu yang menajdi kelebihan ssitem politik islam dipadukan dengan sesuatu yang menjadi kelebihan ssitem demokrasi.
Selain beliau ada juga pemikir lain yang cukup moderat dalam menyampaikan gagasan terkait dengan ssitem politik suatu negara, Al-Maududi misalnya. Beliau memang pada awalnya tidak setuju dengan konsep demokrasi murni seperti yang ada di barat. Namun beliau akhirnya melihat satu kelebihan dalam konsep demokrasi, yaitu kebebasan berpendapat bagi semua masyarakat. Itulah yang menjadi cikal bakal ssitem poltiik yang diterapkan di Pakistan yaitu Teodemokrasi, dimana konsep tersebut merupakan ide atau gagasan Al-Maududi.
Jika kita melihat penjelasan diatas dan menjadikannya sebagai tolak ukur dalam melihat hubungan antara islam dan demokrasi. Maka kesimpulan yang diambil juga akan jelas bahwa islam dapat memperkuat pertumbuhan demokrasi. Jadi tidak ada jawaban yang universal mengenai hubunga antara islam dan demokrasi. Untuk melihat apakah islam berdampak positif atau negatif terhadap demokrasi, harus dilihat secara lebih rinci dari aspek mananya. Barulah kita dapat mengatakan apakah konsep politik islam itu mempercepat atau memperlambat pertumbuhan demokrasi.
KESIMPULAN
Islam adalah suatu agama yang paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua segi kehidupan manusia, termasuk kehidupan poitik dengan arti bahwa didalam islam juga terdapat sistem politik. Oleh sebab itulah beliau menekankan bahwa negara islam tidak perlu meniru-niru sistem politik yang diterapkan di dunia barat. Cukup kembali kepada sistem politik islam, dengan acuan menunjuk pada masa Al Khulafa Al-Rasyidin sebagai contoh kenegaraan islam. Sistem politik islam adalah suatu sistem universal dan tidak mengenal batas-batas dan ikatan-ikatan geografi, bahasa, dan kebangsaan
Kekuasaan tertinggi, yang dalam istilah politik disebut kedaulatan ada pada Allah dan umat manusia hanyalah pelaksana atas kedaulatan Allah tersebut sebagai khalifah Allah di bumi. Oleh karenanya khalifah sebagai pelaksana harus tunduk kepada Al-Qur’an dan sunnah nabi, dan tidak boleh ada gagasan tentang kedaulatan rakyat seperti yang ada di dunia barat. Maka yang berhak untuk menjadi seorang khalifah hanyalah laki-laki atau perempuan muslim.
Secara konklusif dapatlah kita nyatakan bahwa demokrasi adalah operasionalisasi dan institusionalisasi dari prinsip kebebasan, kesamaan beserta derivatifnya, dan persetujuan rasional dari rakyat yang diukur melalui prinsip mayoritas ke dalam semangat dan mekanisme pengelolaan negara yang dapat dikontrol oleh rakyat secara efektif.
Konsep politik islam dan konsep demokrasi merupakan dua sistem politik yang masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Namun untuk melihat apakah konsep islam yang sudah ada sejak lama akan mempercepat atau memperlambat pertumbuhan demokrasi , maka kita tidak bisa melihatnya secara universal. Kita harus melihatnya secara terperinci dengan tolak ukur yang jelas. Misalnya dengan acuan ide para pemikir islam seperti yang dijelaskan diatas. Setidaknya ada dua kesimpulan jika melihat uraian diatas. Pertama, pandangan para pemikir islam radikal yang beranggapan bahwa islam sangat bertentangan dengan demokrasi. Kedaulatan tidak akan pernah ada ditangan manusia, tetapi hanya akan ada ditangan Tuhan. Apabila ini menjadi acuan untuk kita menarik kesimpulan, maka jelaslah islam akan menghambat pertumbuhan demokrasi.
Kedua, pandangan para pemikir islam yang moderat yang beranggapan bahwa semua sistem mempunyai kelemahan dan kelebihan, sama halnya dengan konsep islam dan demokrasi. Mereka lebih melihat bahwa kelebihan dari dua sistem yang berbeda dapat saja dipadukan untuk melahirkan satu sistem baru yang lebih efektif. Seperti yang terjadi di Pakistan misalnya, Al-Maududi mengambil kelbihan konsep islam dan konsep demokrasi serta konsep teokrasi yang kemudian dielaborasi menjadi satu sistem baru yakni Teodemokrasi. Apabila tipe pemikir seperti ini yang kita jadikan sebagi acuan, maka jelas pulalah bahwa islam akan mempercepat atau memperkuat pertumbuhan demokrasi.

DAFTAR  PUSTAKA
Agustino, Leo. 2007. Perihal Ilmu Politik. Graha Ilmu: Yogyakarta
Budiarjo, Miriam. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tatanegara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. UI-PRESS: Jakarta
Zuhro, Siti., dkk. 2009. Demokrasi Lokal. Penerbit Ombak: Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar